Senin, 07 Maret 2011

ORANG YANG NAMA-NYA TERCANTUM DI PINTU SURGA

Begitu Mulianya Sang Pemaaf


mungkin ada yang udah pernah dengar cerita ini...
buat yang belom tau mungkin berguna...
buat yang udah tau ya sekedar mengingatkan aja...

ceritanya kurang lebih begini...
suatu saat datanglah seorang sahabat kepada rasulullah...
rasulullah berkata padanya, apakah engkau ingin melihat salah seorang
penghuni surga...dia belum meninggal, tapi namanya sudah tercantum di
pintu surga...

siapakah dia, kata sahabat...
kemudian rasulullah menunjukkan seorang...
seorang yang cuma kuli panggul saja...

sang sahabat penasaran...
ia mendatangi si kuli panggul ini...
ia berkata, sobat bolehkah saya menginap di rumahmu...
saya tidak punya rumah yang bagus, kata si kuli panggul...
rumah saya begitu jelek, lanjutnya...

sahabat berkata, tidak apa-apa... saya punya masalah dengan keluarga saya...
jadi saya perlu tinggal di luar rumah beberapa saat...
Oooh... boleh saja, kata sang kuli panggul...

sebenarnya sahabat tidak mempunyai masalah dengan keluarganya...
ia hanya ingin mengetahui apa yang diperbuat sang kuli panggul di
malam hari sehingga namanya sudah tercatat di pintu surga...
padahal ia saja yang setiap malam bangun sholat dan berdzikir,
rasulullah tidak mengatakannya sebagai penghuni surga...

jadilah sang sahabat menginap di rumah sang kuli panggul...
malam pertama lewat begitu saja...
sang kuli panggul bahkan tidak bangun malam...
ia tidur terlelap saja...
setelah sholat isya...

sang sahabat makin penasaran...
malam kedua juga begitu...
sang kuli terlelap dengan enaknya...
malahan sampai mendengkur...
ia sama sekali tidak bangun malam...

sampai malam ketiga tidak ada perubahan...
sahabat akhirnya mendatangi rasulullah...
mengadukan semua kejadian itu...

rasululah berkata, tanyalah kepadanya mungkin dia punya amalan tertentu...
sahabat kembali mendatangi sang kuli panggul...
si kuli panggul berkata, aku tidak punya amalan tertentu...
paling-paling tiap malam aku hanya berdoa pada Allah...

sahabat kembali kepada rasulullah dan mengatakan semua itu...
rasulullah berkata, ya doa itulah yang mengakibatkan ia tercantum sebagai penghuni surga...

sahabat dengan rasa penasaran yang makin memuncak kembali mendatangi
si kuli panggul dan menanyakan doa apa yang ia panjatkan setiap malam...

si kuli panggul berkata, di dalam doa saya berkata bahwa
saya memaafkan orang-orang yang telah menyakiti saya, orang-orang yang berbuat salah pada saya baik sengaja maupun tidak sengaja, sesungguhnya saya ingin meniru
sifat-sifat Allah, sifat-sifat pengasih (arrahman) dan penyayang (arrahim) yaitu sifat Allah yang memaafkan hambanya yang melakukan kesalahan.
Kemudian saya tidur dengan hati yang bersih...
sehingga tidur saya pun begitu nyenyak dan tentram...

sahabat mengatakan semua itu pada rasulullah...
rasulullah berkata, ya orang itu tercantum namanya di pintu surga
karena doanya itu...
ia adalah orang yang begitu bersih hatinya...
kebersihan hati dan rasa pemaaf itulah yang membuat Allah mencantumkan
namanya di pintu surga...

subhanallah...


Cheers;

No human relation gives one possession in another - every two souls are absolutely different. In friendship or in love, the two side by side raise hands together to find what one cannot reach alone. (Khalil Gibran from Mary
Haskell's JournalJune 8, 1924.)

DOA CARI JODOH

Sbb :

"Ya Tuhan",

kalau dia memang jodohku, dekatkanlah...
Tapi kalau bukan jodohku, Jodohkanlah...

Kalau dia bukan jodohku, jangan sampai dia dapet jodoh yang lain, selain aku...
Kalau dia jodoh orang lain, putuskanlah ! Jodohkanlah dengan ku...

"Amin...".

FOR PEACE-LOVING !

Fiqh ke-1 BAHTSUL MASA'IL

HASIL KEPUTUSAN BAHTSUL MASA'IL FMP3 Ke-XIII
1. Pelayanan Waria
2. Fadhlilah Shop dan Jamaah
3. Berhenti Menstruasi di sekolah
4. Madrasah tak berpenghuni

DI PP. PUTRI WALISANGA, CUKIR, JOMBANG, JAWA TIMUR
Rabo-Kamis, 7-8 Shafar 1432 H. / 12-13 Januari 2011 M
oleh Lbm Lirboyo pada 24 Januari 2011 jam 2:48

COMISI - A JALSAH ULA

MUSHAHIH
1. KH. Atho’illah S. Anwar 2. K. A. Fauzi Hamzah
3. K. Anang Darunnaja 4. KH. M. Dahlan Syafii
5. Agus. H. Said Ridwan

PERUMUS
1. Ust. Munawar Zuhri 2. Ust. Fathul Bari M. Sholeh
3. Ust. Anshori 4. Ust. H. Adibudin
5. USt. Sunandi 6. Ust. M. Arif
7. Ust. M. kholid Afandi 8. Ust. Zaimul Abror
9. Ust. Hamim HR.

MODERATOR
Ustdzh. Nushrotud Diniyah

NOTULEN
Ustdzh. Jihan Furoida

MEMUTUSKAN:

1. PELAYANAN WARIA

Deskripsi
Demi penampilan dan kesehatan, wanita modern saat ini wajib memanfaatkan jasa salon. Salon merupakan usaha jasa yang bergerak di bidang perawatan tubuh, kecantikan, dan model rambut. Jasa salon pada biasanya tidak hanya punya karyawan perempuan tapi juga banyak karyawan laki-laki yang berlagak mirip cewek (waria). Waria tersebut tidak canggung memberi pelayanan prima kepada klien wanita dengan memegang rambut dan kulitnya sebagai bentuk profesionalitas. Hal ini mudah kita jumpai di kota-kota besar dan mulai merambah ke kecamatan-kecamatan yang telah maju.
Beberapa waktu ini, ada sebagian kalangan menfatwakan haram kegiatan mengais rejeki dengan model seperti ini bagi kaum waria. Muncul pertanyaan dan gugatan dari kalangan mereka, karena menganggap perlakuan masyarakat (red-agamawan) semakin keterlaluan dalam menghakimi hidup mereka. Sehari-hari mereka sudah dimarginalkan dengan stigma buruk, dan dengan fatwa itu mereka semakin terpojok. Padahal dunia salon merupakan peluang bagi mereka untuk hidup lebih wajar, daripada harus berprofesi di dunia 'asusila'.
Sail: P3HM Lirboyo Kediri (0354) 772197

Pertanyaan
a. Bagaimana hukumnya pelayanan para waria pada klien wanitanya seperti di atas?

Jawaban
a. Pada dasarnya pelayanan waria kepada klien wanita tidak ada bedanya dengan pelayanan laki-laki seutuhnya kepaa pelanggan wanita. Oleh karenanya hukum pelayanan waria terebut tidak diperbolehkan sebab ada unsur kema’siatan sebagaimana melihat lawan jenis meneyentuh anggota badan wanita dan percampuran dengan lawan jenis. Sedangkan tujuan diatas bukanlah bentuk hajat yang setara dengan hajat yang memperbolehkan melihat dan menyentuh anggota badan wanita.

Catatan:
Diperbolehkannya waria yang memang asli mempunyai perilaku seperti wanita (tidak dibuat-buat) sebatas melihat kepada wanita dalam madzhab hambali dan maliki itu adalah ketika waria tersebut sudah sama sekali tidak memiliki syahwat kepada wanita.

Referensi
1. Nihayah al Muhtaj, juz VII,
2. I’anah ath-Thalibiin, juz III, hal. 261
3. Hasyiyah Jamal, juz IV, hal.122
4. Al-Wasith, juz III, hal. 124
5. Al-Mughni Ibnu Quddamah, juz III, hal.80
6. Al-Fiqhu al-Islami juz IX, hal. 14
7. Al- Mufasshol, juz III, hal. 347
8. AL-Asybah Wannadzair, juz I, hal.81

Pertanyaan
b. Bolehkah pemilik salon mengangkat karyawan orang-orang waria?

Jawaban
b. Tidak boleh seorang pemilik salon mengangkat karyawan waria untuk melayani klien laki-laki atau perempuan, karena terjadi wujud madzinnah al ma’siat.

Catatan:
Untuk mengangkat karyawan waria yang tidak menyentuh langsung dengan anggaota badan yang diharamkan, seperti menyapu atau kasir maka diperbolehkan.

Referensi
1. Ihya’ Ulumuddin vol.2 hlm.324
2. Ta’liq Fathal al-Qarib, hlm. 98
3. Mughni al-Muhtaj vol. 3, hlm. 450
4. Ihya’ Ulumuddin vol.2 hlm.368
5. Bughya al-Murtasydin hlm. 283
6. Al-Majmu’ vol. 4, hlm 483
7. Hasyiyah Jamal vol. 4, hlm.125

Pertanyaan
b. Jika tidak diperbolehkan, bagaimana solusi terbaik bagi mereka mempertimbangkan dilema di atas?

Jawaban
b. Mengingat waria adalah laki-laki dan tidak dapat dipandang sebagai kelompok (jenis kelamin) tersendiri, maka segala perilaku waria yang cenderung feminis sebagaimana layaknya wanita harus berusaha dihilangkan dan kembali ke kodrat semula. Dan beralih profesi dalam sidang pekerjaan yang dapat menghilangkan karakteristik kewariannya, seperti halnya profesi sebagai desainer dll. Dan semua anggota forum sefaham fatwa MUI, sebagaimana berikut :

Bismillahirrohmanirrohim

Komisi Fatwa MUI dalam sidangnya pada tanggal 9 Jumadil Akhir 1418 H, bertepatan dengan tanggal 11 Okt ober 1997 tentang masalah waria, setelah memperlihatkan:

- Surat dari Ditjen Bina Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI, Nomor : 1942/ BRS- 3/ IX/ 97, t anggal 15 Sept ember 1997, yang berisi, antara lain:
- Penjelasan bahwa secara fisik waria, yang populasinya cukup banyak (9.693 orang), adalah laki-laki, namun secara kejiwaan mereka adalah wanita.

MEMUTUSKAN:

Memfatwakan:
1. Waria adalah laki-laki dan tidak dapat dipandang sebagai kelompok (jenis kelamin) tersendiri. maka segala perilaku waria yang cenderung feminism sebagaimana layaknya wanita harus berusaha dihilangkan dan kembali kekodrat semula.
Menghimbau Kepada:

2. Kementrian Kesehatan dan Departemen Sosial RI untuk membimbing para waria agar menjadi orang yang normal, dengan menyertakan para psikolog.

3. Departemen Dalam negeri RI dan instansi terkait lainnya untuk membubarkan organisasi waria.

Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan bila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada t anggal : 1 Nopember 1997
DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA

Referensi
1. Fathul Bari vol.9 hlm.334
2. Sarh Sohih Muslim Ibnu Bathol vol. 7 hlm.326
3. Ta’liq Fathal al qarib, hlm. 98
4. Is’adur Rofiq vol.2 hlm.120
5. Qowa’id al-Ahkam vol.1 hlm.77
6. Is’adur Rofiq vol 2 hlm.50

2. KEMELUT DALAM RUMAH TANGGA

Deskripsi
Usia pernikahan Dino dan Dini sudah memasuki tahun ke-7. Namun sejauh ini, dari pernikahan mereka masih juga belum dikaruniai sibuah hati. Tentu saja hal itu menimbulkan kegelisahan dan sempat mengusik keharmonisan keluarga mereka. Sampai akhirnya, di suatu kesempatan Dino tak kuasa menahan keinginan yang sudah lama dipendamnya. Dino mengungkapkan, ingin menikah lagi. Tak ayal, hal itu membuat Dini goncang. Dini tak mau merasakan panasnya terbakar api cemburu karena dimadu, tapi ia juga tak kuasa untuk berpisah dengan Dino. Akhirnya untuk mengatasi kemelut rumah tangganya itu, Dini memutuskan untuk meminta bantuan pada seorang kiyai, dengan meminta mahabbah, agar suaminya tidak menikah lagi.
Sa'il: PPHM. Putri AL-Mahrusiyah Lirboyo Kota Kediri (0354) 774120

Pertanyaan
a. Dalam perspektif fiqh, apakah persetujuan istri pertama menjadi suatu pertimbangan?

Jawaban
a. Persetujuan istri pertama bukanlah sebagai syarat sahnya melaksanakan nikah dengan istri ke dua, hanya saja perizinan tersebut dipertimbangkan sebagai bentuk mu’asyarah bil ma’ruf .dan dalam madzhab hanbali perizinan istri pertama dipertimbangkan dalam hal hak faskh yang diberikan pada istri pertama ketika pada saat akad dengan istri pertama ada perjanjian untuk tidak berpoligami atau tradisi setempat istri pertama tidak memberikan izin untuk berpoligami. Terlebih lagi ketika melihyat peraturan pemerintah tentang pengaturan poligami yang mengharuskan adanya izin istri pertama mampu kuat untuk mempertimbangkan izin dari istri pertama demi terciptanya mu’asyarah bil ma’ruf dan memenuhi perjanjian.

Referensi
1. Al-Fiqhu al-Islami vol.9 hlm 6669
2. Mahasin Taaddudu Zawjat hlm.18
3. Al-Inshâf juz III hlm. 156
4. Arsyif Multaqo Ahlu Hadits vol.1 hlm. 1689
5. Kasysyâf al-Qina’ juz V hlm. 390
6. Al-Mughî Syarh al-Kabîr juz VII hlm. 71
7. Bughyah al-Murtasydin hlm. 91


JALSAH TSANIYYAH

MUSHAHHIH
01. KH. Athoilah S. Anwar 02. K. A. Fauzi Hamzah
03. K. Anang Darunnaja 04. Agus H. Adibussolih
05. Agus. H. Said Ridlwan

PERUMUS
01. Ust. Munawar Zuhri 02. Ust. Anshori
03. Ust. H. Adibudin 04. Ust. Sunandi
06. Ust. Fathul Bari M. Sholeh 07. Ust. M. kholid Afandi
08. Ust. Zaimul Abror 09. Ust. Hamim HR.

MODERATOR
Ustdz. Ulfa Ulfiana

NOTULEN
Ustdz. Siti Khuzaimah

MEMUTUSKAN:

Pertanyaan
b. Bagaimana hukum menikah dengan istri kedua tanpa persetujuan istri pertama?

Jawaban
b. Hukum menikah dengan istri ke dua tanpa persetujuan istri pertama adalah sah dan tidak haram menurut madzhab Syafi’i. Sedangkan menurut madzhab Hanbali dalam kitab Ar-Raudl wal Murabba’ sah dan tidak haram. Dan dalam kitab Hanbali yang lain seperti Al-Mugni dll, hukumnya sah dan haram. Perincian hukum dalam madzhab Hanbali tersebut terkait dengan ketika pada saat aqad nikah dengan istri pertama ada perjanjian untuk tidak berpoligami atau kebiasaan wanita setempat tidak ada kerelaan untuk dipoligami.
Hanya saja jika dikaitkan dengan peraturan pemerintah yang mengharuskan ada izin dari istri pertama hukumnya haram.

Referensi
1. Idem dengan referensi sub a.
2. Ar-Raudl al-Murabba’, vol. 1, hlm. 340
3. Al-Mughni Ibnu Qudamah, vol. 15, hlm. 61
4. Durus ‘Umdat al-Fiqhi, vol. 6, hlm. 343
5. ‘Asyrah an-Nisa’, vol. 1, hlm. 28

Pertanyaan
c. Bolehkah memahabbahi suami untuk kepentingan sebagaimana di atas?

Jawaban
c. Hukum seorang istri memahabbahi suami adalah boleh, dengan syarat:
- Tidak ada dloror
- Media atau lafad-lafadnya yang digunakan bukan sesuatu yang tidak bermakna dan tidak bertentangan dengan syari’at
- Pelakunya ahli syari’at

Referensi
1. Hasyiyah ad-Dasuqi vol.18 hlm. 290
2. Al-Fiqhu ala Madzahibil Arba’ah vol.5 hlm.225
3. Syarhul Bahjah vol.17 hlm.350
4. Is’adur Rofiq vol.2 hlm.93

Pertanyaan
d. Apakah istri diperbolehkan mengajukan gugatan cerai dengan alasan tidak mau dimadu?

Jawaban
d. Seorang istri meminta cerai sebab alasan tidak mau dimadu adalah khilaf antara madzahib :
= Syafi’iyyah: tidak boleh sebab dalam syafi’iyyah pengajuan cerai hanya dalam kasus istri tidak dinafkahi atau istri mempunyai aib.
= Hanbali: Boleh bila disyaratkan dalam aqad atau menjadi kebiasaan wanita setempat.
= Malikiyyah:
- Bila istrinya disakiti oleh suaminya maka boleh menggugat cerai.
- Ketika terjadi percekcokan.

Referensi
1. Al-Fiqh al-Islami, vol. 9, hlm. 495
2. Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, vol. 29.57
3. At-Tasyri’ al-Jana’I, vol. 1, hlm. 53
4. Is’adur Rofiq, vol.2 hlm.93


COMISI - B JALSAH ULA

MUSHAHIH
1. KH. Atho’illah S. Anwar 2. KH. M. Azizi Hasbullah
3. Agus H. Abdul Muid Shohib 4. K. Munir Akromin
5. Ust. Syamsuddin 6. K. Masrukhan
7. K. Mukhlis Dimyati 8. K. A. Said
9. K H. Abi Musa Asy’ari

PERUMUS
1. Ust. M. Habibulloh 2. Ust. Darul Azka
3. Ust. Ach. Musthofa 4. Ust. Indik Muchtar
5. Ust. Ma’rifatus Sholihin 6. Ust. Ahid Yasin

MODERATOR
Ustdz. Nurul Hidayah

NOTULEN
Ustdz. Ita Rosita Miskiyah

MEMUTUSKAN

1. MEMINDAH INDUNG TELUR

Deskripsi
Sepasang suami istri menikah kemudian istri hamil tapi karena faktor kesehatan akhirnya sang istri memindah sel telur yang telah dibuai yang ada di rahimnya ke rahim orang lain.
Sail: PP. Putri Walisongo Tromol Post 13 Cukir Jombang 61471 0321-864207

Pertanyaan
a. Bagaimana hukum memindah sel telur tersebut?

Jawaban
a. Haram, karena hal itu merupakan penanaman sperma laki-laki pada wanita yang tidak halal dan dilarang oleh Islam.

Referensi
1. Faidh al-Qadir, juz V, hal. 611
2. Ad-Dur al-Mantsur juz XII, hal. 93
3. Al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuh, juz III, hal. 559
4. Buhuts Li ba’dhi an-Nawazil al-Mu’ashirah, juz XXIX, hal. 5
5. Al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuh, juz VII, hal. 114

Pertanyaan
b. Bagaimanakah status hukum anak?

Jawaban
b. Status anak tersebut tidak bernasab pada istri maupun wanita yang dititipi indung telur. Bahkan menurut Imam Ibnu Hajar juga tidak bernasab pada pemilik sperma (suami). Hanya saja menurut Imam Romli, anak tersebut tetap bernasab pada suami.

Catatan:
Status ini ditetapkan apabila wanita yang dititipi ovum belum bersuami, sedangkan untuk wanita yang sudah bersuami sementara belum terbahas.

Referensi
1. Al-Majmu’ vol. VII hal. 254
2. Al-Iqna’ vol. II hal. 85
3. Hasyiyah Al-Bujairami ‘Ala Al-Manhaj vol. III hal. 320
4. Asna al-Mathalib vol. IV hal. 301

2. FENOMENA DONOR ASI DI MERAPI

Deskripsi
Kepedulian dari berbagai pihak saat peristiwa erupsi Merapi diwujudkan dengan berbagai bentuk sumbangan. Dari mulai sembako sampai pemungutan anak-anak terlantar, bahkan sebagian pihak ada yang melakukan terobosan menyumbangkan ASI (Air Susu Ibu). Hal ini dilakukan untuk menjaga kesehatan anak-anak yang membutuhkan ASI, sedangkan ibunya kesulitan mendapatkan air bersih untuk diminum. Mereka menilai susu ibu yang kesehariannya meminum air yang tidak steril, karena mengandung bahan-bahan membahayakan, dapat mempengaruhi kualitas ASI, dan kurang baik diberikan kepada bayi.
Kita lihat fenomena semacam ini ada juga di beberapa negara. Bermunculan lembaga penyusuan bayi yang berusaha menghimpun susu para ibu dan diseterilkan untuk diberikan kepada bayi-bayi di satu negara atau disumbangkan, bahkan dijual ke negara lain yang membutuhkan.
Sail: Panitia FMP3 Jatim

Pertanyaan
a. Bagaimana hukum mendonorkan dan menjual ASI, serta hukum menerima atau membelinya?

Jawaban
a. Hukum mendonorkan, menjual dan membeli ASI adalah diperbolehkan dan sah, sedangkan hukum menerimanya adalah boleh bagi yang membutuhkan dan sunah tidak diterima bagi yang tidak membutuhkan.

Referensi
1. Al-Majmu’ vol. VII hal. 254
2. Al-Iqna’ vol. II hal. 85
3. Hasyiyah Al-Bujairami ‘Ala Al-Manhaj vol. III hal. 320
4. Asna al-mathalib vol. IV hal. 301


JALSAH TSANANIYYAH

MUSHAHHIH
01. KH. Athoillah S. Anwar 02. KH. M. Azizi Hasbullah
03. K. Munir Akromin 04. Agus Adibussholeh Anwar
05. K. Masrukhan 06. K. Mukhlis Dimyati
07. Ust. M. Dhuhri 08. K H. Abi Musa Asy’ari
09. Dr. Umi khoiriyah 10. Lutvi Azizah

PERUMUS
01. Ust. Darul Azka 02. Ust. Ahmad Musthofa
03. Ust. Indik Muchtar 04. Ust. Ma’rifatus Sholihin
05. Ust. Ahid Yasin

MODERATOR
Ustdz. Ninik Azizah

NOTULEN
Ustdz. Fathimatuz Zahroh

MEMUTUSKAN:

Pertanyaan
b. Apa dampak hukumnya jika hal tersebut terlanjur terjadi? Serta bagaimana solusi terbaiknya?

Jawaban:
b. Dampak hukumnya setelah terlanjur terjadi adalah tsubûtul mahram (tetapnya mahrom) dengan rodho’ (sepersusuan) menurut madzhab Hanafi dan Maliki. Dan menurut madzhab Syafi’i bisa tsubûtul mahram apabila diyakini wujudnya lima kali susuan.
Status ini tetap ada, meskipun akhirnya menjadi tidak jelas karena kerancauan pendataan pendonor ataupun anak-anak yang mengkonsumsinya.

Catatan:
Status tsubûtul mahram yang menjadi tidak jelas ini akan berdampak dalam beberapa hal, diantaranya :
a. Tidak boleh menikah selama jumlah orang yang disusui terbatas (mahshur) dan boleh jika ghairu mahshur.
b. Tidak membatalkan wudhu, karena wudhu tidak batal dengan keraguan.

Referensi
1. Hasyiyah Al-Bujairami ‘Ala Al-Manhaj vol. II hal. 50
2. Al Fiqh Al Islami Wa Adillatuh vol. VII hal. 5085
3. Fatawa Wa Rudud Syar’iyyah Mu’ashirah hal. 144-147
4. Raudlah at-thalibin vol. III hal. 448-450
5. al-Ghurar al Bahiyyah vol. IV hal. 136
6. Qulyubi vol. I hal. 37

2. ILMU AGAMA DAN UMUM

Deskripsi
Di zaman yang serba modern ini, mayoritas umat Islam lebih cenderung membawa dirinya ke dalam dunia modern dari pada dunia keislamannya. Dalam ilmupun mereka lebih mengutamakan ilmu umum dari pada ilmu agama sehingga terkadang banyak terjadi dikalangan kaum wanita yang masih belum mengetahui tentang ilmu kewanitaan seperti haidl nifas dll., tapi mereka sudah mempelajari ilmu umum.
Sail: (PP. Putri Miftahul Ulum Al Yasini Areng-areng Ngabar Kraton 67151 Pasuruan 0343-7780200 / 7725859

Pertanyaan
a. Apa hukum mempelajari ilmu umum sebelum mengetahui ilmu agama yang telah menjadi kewajibannya (menjadi fardlu ‘ain)?

Jawaban
a. Hukum meninggalkan ilmu yang fardhu ain adalah haram. Keharaman ini bukan disebabkan seseorang mempelajari ilmu selain fardhu ain, namun karena faktor meninggalkan fardhu ain saja. Sehingga hukum mempelajari ilmu selain fardhu ain tetap mendapatkan pahala apabila ilmu yang dipelajari sunah atau fardhu kifayah.

Referensi
1. Mughni al muhtaj vol. VI hal. 9
2. Ihya’ Ulum ad-din vol. III hal. 83
3. Ta’lim al-muta’allim hal. 10

Pertanyaan
b. Sampai dimana seorang wanita wajib mempelajari ilmu haidl dan nifas yang sangat rumit?

Jawaban
b. Sebatas ilmu haid dan nifas yang diperlukan untuk mengesahkan ibadahnya, baik masalah-masalah yang mudah (المسائل الظاهرة) dan masalah-masalah yang sulit yang dialami orang lain dimana hanya wanita itu yang mampu mempelajarinya

Referensi
1. Ta’lim Al-Muta’allim hal. 4
2. Al-Iqna’ vol. I hal. 367
3. Fathul Mu’in hal. 80-81
4. Tuhfah Al-Muhtaj vol. IV hal. 309

Pertanyaan
c. Apa hukumnya mendirikan sebuah lembaga yang mempelajari ilmu umum yang dapat mengalahkan ilmu agama?

Jawaban
c. Mendirikan lembaga tersebut diperbolehkan, karena hal itu tidak terkait langsung (amr khârij ghair lâzim) dengan terkalahkannya ilmu agama.

Referensi
1. Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab vol. IX hal. 428


COMISI - C JALSAH ULA

MUSHAHIH
1. KH. HM. Aly Masyhudi 2. Agus HM. Shobich al-Muayyad
3. K. Zahro Wardi 4. K. Mukhlishin Labib

PERUMUS
1. Ust. M. Thohari Muslim 2. Ust. Moh. Duhri
3. Ust. Arif Ridlwan A. 4. Ust. M. Masruhan
5. Ust. M. Sahal 6. Ust. Khotibul Umam
7. Ust. Ashari 8. Ust. Imam Rosikhin Ch

MODERATOR
Ustdz. Titik Lailatul Maghfiroh

NOTULEN
Ustdz. Izzatul Ukrimah

1. AKTIFITAS WANITA PADA MASA IDDAH

Deskripsi
Fiqh Islam telah menetapkan kewajiban mulazamah al-maskan (tidak keluar rumah) bagi setiap wanita yang sedang menjalani iddah. Di masa sekarang ini, wanita memiliki beragam aktifitas harian, baik yang bersifat primer maupun sekunder. Kuliah, kerja kantor, mengajar, fitness, arisan dan lain sebagainya. Bahkan ada tradisi di sebagian masyarakat, wanita menziarahi makam suaminya yang baru saja meninggal dalam masa 7 hari pasca wafat. Bahkan ada fenomena lain, dimana sebagian calon jama’ah haji, terdapat sepasang suami istri yang saat menjelang pemberangkatan, sang suami meninggal.
Sail: Panitia FMP3 Jatim dan PPHM Putri AL-Mahrusiyah Lirboyo Kota Kediri (0354) 774120

Pertanyaan
a. Bagaimana hukum beraktifitas seperti mengajar, kuliah, kerja kantor, fitness, dan arisan bagi wanita yang sedang menjalani iddah?

Jawaban
a. Hukum beraktifitas di luar rumah bagi wanita yang sedang menjalani iddah dan tidak berhak mendapat nafakah seperti ditinggal mati suami, fasakh serta tidak ada yang menanggung biaya hidupnya tidak diperbolehkan, kecuali hajat.
Sedang wanita yang sedang menjalani iddah dan masih berhak mendapatkan nafkah dari mantan suami (seperti wanita yang ditalaq roj’i atau wanita yang sedang hamil) tidak diperbolehkan keluar rumah kecuali dalam kondisi darurat atau mendapat izin dari mantan suami.
Dengan demikian hukum beraktifitas di luar rumah seperti dalam soal terklasifikasi sebagai berikut:
- Keluar rumah untuk mengajar hukumnya diperbolehkan.
- Keluar rumah untuk kuliah hukumnya diperbolehkan jika untuk menuntut ilmu yang tergolong fardlu ‘ain. Sedangkan kuliah untuk menuntut ilmu yang fardlu kifayah, mubahitsat belum menemukan keterangan (ibarat) yang jelas.
- Keluar rumah untuk fitness hukumnya tidak diperbolehkan.
- Keluar rumah untuk arisan hukumnya tidak diperbolehkan, karena fungsi arisan hanyalah untuk mengembangkan harta (istinma` al-mal), bukan untuk mencari nafkah (tahshil al-nafaqah).
- Keluar rumah untuk masuk kerja kantor hukumnya tidak diperbolehkan kecuali jika kerja tersebut berfungsi untuk mencukupi nafkah, atau khawatir terjadinya pemecatan.

Catatan:
Jika memungkinkan meminta izin cuti melaksanakan iddah, maka tidak diperbolehkan keluar rumah untuk masuk kerja.

Referensi
1. Hasyiyah al-Bujairomi ‘ala al-Khotib, juz IV, hal. 61-62
2. Syarh Yaqut an-Nafis, hal. 652-653
3. Al-Fiqh al-Manhaji, hal. 156-160
4. Al-Iqna’ bi Hamisy al-Bujairomi ‘Ala al-Khotib, juz I, hal. 367
5. Fath al-Mu’in, juz IV, hal. 80-81

Pertanyaan
b. Bolehkah wanita yang sedang menjalani iddah menziarahi makam suaminya atau berangkat haji?

Jawaban
b. Hukum menziarahi makam suami dan pergi haji bagi wanita yang sedang menjalani iddah tidak diperbolehkan. Kecuali bagi wanita yang telah bernadzar haji pada tahun tersebut.

Referensi
1. At-Tausyih ‘ala Ibn Qosim, hal. 228
2. Nihayah al-Muhtaj, juz VII, hal. 158
3. Hawasyi asy-Syarwani, juz VIII, hal. 264
4. Al-Mughni fi Manasik al-Hajj wa al-‘Umroh, hal. 25-26

2. FADHLILAH SHOF DAN JAMAAH

Desakripsi
Dalam literatur fiqh dijelaskan bahwa aturan shof jamaah sholat yang disunnahkan adalah laki-laki didepan kemudian khuntsa lalu perempuan namun baru-baru ini ada sebuah masjid yang bentuk bangunannya bertingkat dan pengaturan jamaahnya untuk laki-laki di lantai bawah dan perempuan di lantai atas.
Sail: MHT Petuk Semen Kediri (0354) 775043

Pertanyaan
a. Apakah penempatan jamaah semacam itu sudah mendapatkan fadhlilah shof dan jamaah?

Jawaban
a. Jika masjid sudah didesain sedemikian rupa, maka terjadi khilaf. Menurut Ibn Hajar tidak mendapatkan fadlilah jamaah dan fadlilah shof, sedangkan menurut Al-Romly tidak mendapatkan fadlilah shof saja.

Referensi
1. Asna al-Matholib, juz III, hal. 294
2. Al-Majmu’, juz IV, hal. 255
3. At-Tarmasi, juz III, hal. 62
4. Hasyiyah al-Qolyubi wa ‘Amiroh & al-Mahalli, juz I, hal. 280
5. Itsmid al-‘Ainain bi Hamisy Bughiyah al-Mustarsyidin, hal. 33


JALSAH TSANIYYAH

MUSHAHIH
1. KH. Atho’illah S Anwar 2. KH. HM. Aly Masyhudi
3. K. Zahro Wardi 4. K. Mukhlishin Labib

PERUMUS
1. Ust. M. Thohari Muslim 2. Ust. Arif Ridlwan A
3. Ust. M. Masruhan 4. Ust. M. Sahal
5. Ust. Khotibul Umam 6. Ust. Imam Rosikhin Ch

MODERARTOR
Ustdz. St. Aminah

NOTULEN
Ustdz. Siti Zulaikho

MEMUTUSKAN:

3. DILEMA BERHENTI MENSTRUASI DI SEKOLAH

Deskripsi
Full day school, sistem yang diadopsi dari pesantren dan sekarang tengah berusaha diterapkan di sekolah umum ternyata menyisakan dilema tersendiri bagi siswi. Sebut saja Fitri, demi menyelesaikan studi untuk masa depan, kehadiran “tamu tak diundang” tiap bulannya bukan sebuah halangan. Aktivitas tetap berjalan normal meski ia harus menyiasatinya dengan berbagai taktik. Karena baginya, kesuksesan pendidikan adalah segalanya.
Di tengah gairah belajarnya yang bergejolak, Fitri kebingungan. “Tamu”nya sering pergi tanpa pamit (mampet) bahkan saat sedang berada di bangku belajar. Tak ayal, ini menjadi problem tersendiri baginya. Di satu sisi, ia tahu kewajiban shalat ketika darah telah berhenti. Namun sesuai karakter feminimnya, ia sangat malu bila harus melakukan mandi di sekolah. Hatinya tak tahan menanggung gojlokan dari teman-temannya apalagi teman-teman cowoknya. Belum lagi kondisi kamar mandi dan toilet di sekolah yang tidak bersahabat untuk bersuci. Padahal sekolah baru pulang pukul 3 sore WIB. dan semua siswa diharuskan melakukan shalat Dhuhur di sekolah. Fitri pun dilematis. Haruskah ia menanggalkan rasa malu demi menjalankan shalat, ataukah ia mendapat perlakuan khusus dari agama? Misalnya, diperbolehkan jama’ ta’khir di rumah, shalat lihurmatil waqti, atau bahkan hanya sekedar pura-pura shalat.
Sail: P3HM Lirboyo Kediri (0354) 772197

Pertanyaan
a. Bagaimana cara bersuci dan shalat Fitri dalam sikon seperti ilustrasi di atas?

Jawaban
a. Cara bersucinya ditafshil:
- Bila darah keluar belum mencapai 24 jam, maka cukup membersihkan diri dan berwudlu.
- Bila darah sudah mencapai 24 jam, maka wajib mandi. Mengenai cara melaksanakan shalat harus dilakukan seperti biasa.

Catatan:
Sedangkan rasa malu sebagaimana dalam ilustrasi masalah tidak dapat menjadi alasan untuk boleh bertayammum.

Referensi
1. Al-Muhadzdzab, juz I, hal. 39
2. Hasyiyah al-Bujairomi, juz I, hal. 367
3. Bariqoh Mahmudiyah, juz III, hal. 73-74

Pertanyaan
b. Bolehkah Fitri melakukan jama’ ta’khir atau shalat li hurmati al-waqti dengan pertimbangan sikon di atas?

Jawaban
b. Tidak diperbolehkan.

Referensi
1. Hasyiyah al-Bujairomi ‘ala al-Khothib, juz II, hal. 175 & 178
2. Al-Majmu’, juz IV, hal. 264

4. MADRASAH TIDAK BERPENGHUNI

Deskripsi
H. Abdullah merasa hatinya tergugah, saat mengetahui proses pembangunan madrasah. Dengan ikhlas ia memberikan sumbangan hartanya untuk madrasah tersebut. Namun tak diduga, setelah madrasah tersebut berdiri, ternyata tidak ada muridnya. Hal itu membuat para penyumbang kecewa. Mereka merasa uang mereka tidak ada gunanya.
Sail: (PP.Putri Roudlotul Ulum Kejayan Besuk Pasuruan (0343) 412835

Pertanyaan
a. Benarkah sumbangan mereka tidak ada gunanya (tidak ada pahalanya)?

Jawaban
a. Tidak benar (tetap mendapatkan pahala)

Referensi
1. Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, hal. 98-99
2. Faidl al-Qodir, juz I, hal. 602

Pertanyaan
b. Dengan alasan seperti di atas, bolehkah mereka mengambil kembali hartanya?

Jawaban
b. Tidak diperbolehkan

Referensi
1. Hasyiyah al-Bujairomi ‘ala al-Khotib, juz III, hal. 265
2. Al-Ghuror al-Bahiyyah, juz III, hal. 382

Pertanyaan
c. Apa status dari madrasah setelah tidak ada muridnya?

Jawaban
c. Sumbangan untuk pembangunan madrasah otomatis menjadi harta wakaf setelah terbangun sehingga ketiadaan murid tidak dapat merubah statusnya sebagai harta wakaf.

Referensi
1. Hawasyi asy-Syarwani, juz VI, hal. 249
2. Mughni al-Muhtaj, juz III, hal 551

Pertanyaan
d. Apa yang harus dilakukan pada madrasah tersebut?

Jawaban
d. Bila masih bisa diharapkan memiliki murid maka harus dirawat dan dilestarikan semaksimal mungkin. Bila sudah tidak bisa diharapkan maka tidak boleh dijual dan tidak bisa dimiliki.

Catatan:
Menurut madzhab Hanbali, bila mauquf sudah tidak dapat dimanfaatkan maka boleh dijual atau dipindah demi kemslahatan.

Referensi
1. Bughiyah al-Mustarsyidin, juz II hal. 134 (Maktabah Syamilah)
2. Mughn al-Muhtaj, juz III, hal 551
3. Mathalib Uli an-Nuha, juz IV, hal. 387-388 (Hanbali)
4. Mathalib Uli an-Nuha, juz IV, hal. 369 (Hanbali)
5. Al-majmu’, juz II, hal. 179


WA Allahu'alam bissowab

HATI-HATI MENANYAKAN JAM !

Senyum sejenak...
Bersama Andi Methea

Dalam suatu kereta seorang pemuda bertanya pada seorang bapak disampingnya, "Jam berapa sekarang Pak ? "

Sungguh diluar dugaan , si Bapak diam saja , menoleh pun tidak. Mengira sang bapak tidak mendengar, pemuda tsb. mengulanginya sampai 3 kali, namun si Bapak diam tidak bergeming sedikitpun. Merasa kesal , si pemuda akhirnya mencolek bapak tsb. dan berkata "Saya heran mengapa bapak tidak menjawab pertanyaan saya ??, apa sih susahnya" katanya sambil melengos.

Belum habis dia melengos, si bapak mulai berbicara "Bukannya saya nggak mau menjawab, tapi nanti kalau saya jawab , kita pasti ngomong-ngomong soal ini , soal itu , terus nanti kita jadi akrab"

Si pemuda melongo mendengar ceramah si bapak, "Lalu apa salahnya kalau kita akrab ?"
Si bapak menjawab "Nanti anak gadis dan istri saya akan menjemput saya di Gambir, kalau kita sudah akrab, nanti kita akan turun sama -sama , terus saya pasti memperkenalkan mereka sama kamu. Nah, istri saya tuh orangnya baik sekali sama semua orang , nanti dia pasti menawarkan kamu mampir kerumah, nanti kamu mandi dirumah saya, terus makan dirumah saya, kemudian kamu lama-lama bisa akrab dengan anak gadis saya dan kamu bisa jadi pacar anak saya dan lama-lama kamu bisa jadi menantu saya."

Sang pemuda yang tadi sudah bingung sekarang makin bingung, lantas dia bertanya "Terus apa hubungannya dengan pertanyaan saya yang pertama ?"
Sambil berdiri dengan lantang bapak tersebut menjawab "Masalahnya anak muda, SAYA TIDAK MAU PUNYA MENANTU SEPERTI KAMU, JAM TANGAN AJA NGGAK PUNYA , BAGAIMANA MAU MEMBAHAGIAKAN ANAK SAYA ?? "

Lho ? ..... jadi jam berapa sekarang, Pak ?